Kewirausahaan Sosial : Sebuah Tinjauan Analitis

0 comments

KEWIRAUSAHAAN SOSIAL: SEBUAH TINJAUAN ANALITIS
Oleh:
Tubagus Alan Satria Nugraha
Tenti Utami
Yunizar

PENDAHULUAN 
Kemiskinan,  polusi,  buta‐huruf,  atau  pemanasan global adalah sebagian dari permasalahan‐permasalahan  sosial  yang  dihadapi masyarakat dunia. Dalam perspektif ekonomi,  permasalahan‐permasalahan  tersebut sesungguhnya adalah bentuk dari kegagalan pasar (market failures). Intervensi pemerintah dalam perekonomian baik di negara berkembang ataupun di negara maju seringkali gagal  menyelesaikan  permasalahan‐permasalahan yang ada secara menyeluruh.
Fenomena  yang  terjadi adalah selalu muncul individu‐individu yang memiliki  inisiatif  untuk  menyelesaikan permasalahan‐permasalahan  di  sekitarnya, baik  secara  perorangan  atau  berkelompok, dimana motifnya bukanlah untuk mendapatkan profit namun terpenuhinya social utility. Untuk  dapat  menyelesaikan  suatu  permasalahan  tentunya  individu‐individu  tadi membutuhkan cara‐cara yang spesifik, salah satunya  adalah  dengan  menggunakan kegiatan usaha (business) sebagai alat untuk menciptakan nilai‐nilai (sosial) dalam rangka mencapai  tujuan‐tujuan  sosial  yang diharapkan.  Hal  inilah  yang  biasa  disebut dengan  istilah  kewirausahaan  sosial  (social entrepreneurship).
Kebanyakan masyarakat Indonesia dan juga para  pengambil  kebijakannya  cenderung melihat tujuan kewirausahaan sebatas pada economic  value  creation  dan  profit  maximization dengan titik berat kepentingan pada shareholders seperti cara pandang ekonomi neoklasik.  Padahal  kewirausahaan  juga mempunyai potensi social value creation jika titik  berat  kepentingan  dialihkan  kepada kepentingan  bersama  (masyarakat),  yaitu penyelesaian  permasalahan‐permasalahan sosial.


KONSEP KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Untuk  dapat  menjelaskan  pengertian  mendasar  dari  kewirausahaan  sosial  tentunya harus  dimulai  dengan  menjelaskan  pengertian  kewirausahaan  itu  sendiri.  Jiwa  dari kewirausahaan adalah konsep value creation. Hal ini pula yang menjadi ide dasar bagi Jean‐Baptiste Say ketika mencetuskan terminologi entrepreneur  pada  awal  abad  ke‐19. Salah satu  pengertian  wirausahawan  yang  sering  dijadikan  acuan  adalah  definisi  dari  Joseph Schumpeter  yang  mengatakan  bahwa wirausahawan  adalah  inovator,  seseorang yang  memperkenalkan  teknologi  kepada pasar,  meningkatkan  efisiensi  dan  produk‐tifitas,  atau  menciptakan  barang  atau  jasa baru. 
Dari  pengertian  diatas  kita  melangkah kepada  pengertian  kewirausahaan  sosial. kewirausahaan sosial adalah juga mengenai value creation untuk pemenuhan kebutuhan. Namun  secara  lebih  spesifik,  pemenuhan kebutuhan  yang  dimaksud  adalah  penyelesaian  permasalahan‐permasalahan  sosial (social  issues),  yaitu  suatu  permasalahan, kontroversi,  atau  keduanya,  yang  berkaitan dengan norma sosial, yang secara langsung atau  tidak  langsung  mempengaruhi  seseorang,  beberapa,  atau  semua  anggota  dari suatu masyarakat.

POTENSI  KEWIRAUSAHAAN  SOSIAL  DI INDONESIA
Dimana kegiatan‐kegiatan usaha, yang  menghidupkan  perekonomian,  dibangun  untuk  menyelesaikan  permasalahan‐permasalahan sosial yang menjadi kebutuhan bersama.  Tanpa  mengaitkannya  dengan  koperasi,  kewirausahaan  sosial  justru  dapat  menjadi alternatif  dalam  menyelesaikan  permasalahan‐permasalahan  sosial  di  Indonesia dengan  menggunakan  pendekatan  social enterprise, dimana tujuan perusahaan bukan untuk kepentingan pemegang saham tetapi untuk  kepentingan  masyarakat,  sehingga profit  yang  dihasilkan  digulirkan  kembali sebagai  modal  dalam  menyelesaikan  permasalahan‐permasalahan  sosial  yang  dihadapi masyarakat. 

KESIMPULAN 
  • Kewirausahaan sosial adalah mengenai value  creation  untuk  penyelesaian permasalahan‐permasalahan  sosial dengan  menggunakan  prinsip  kewirausahaan. 
  • Seorang  wirausahawan  sosial  akan secara  aktif  melakukan  tindakan  yang bersifat solutif terhadap permasalahan sosial  yang  ada.  Ciri  kewirausahaan sosial  adalah  usaha  yang  dilakukan bersifat  sustainable  dalam  pendanaan. Keberhasilan  wirausaha  sosial  diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Di Indonesia kewirausahaan sosial dapat menjadi  solusi  dalam  menyelesaikan permasalahan‐permasalahan  sosial  di Indonesia dengan menggunakan pendekatan  perusahaan.  Potensi  lain  adalah peranannya  dalam  pembangunan  ekonomi karena mampu memberikan daya cipta nilai‐nilai sosial maupun ekonomi, yaitu:  menciptakan  kesempatan  kerja, melakukan  inovasi  dan  kreasi  baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang  dibutuhkan  masyarakat,  menjadi modal  sosial,  dan  meningkatan  kesetaraan. 
  • Agar  potensi  kewirausahaan  sosial  dapat diwujudkan di Indonesia, diperlukan adanya dukungan dari pemerintah. Apa yang  dilakukan  pemerintah  Inggris dapat menjadi panduan yang baik, yaitu dimulai dengan memberikan pengakuan terhadap  wirausaha  sosial  dengan mendefinisikan  kemudian  menggolongkannya secara spesifik sebagai salah satu  sektor  usaha,  mempromosikannya,  lalu  mendukung  perkembangan dan pertumbuhannya melalui kebijakan yang efektif.

By : Danis Dea

Sumber : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=19&ved=0CEsQFjAIOAo&url=http%3A%2F%2Fmm.fe.unpad.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2010%2F10%2FBuletin-Kewirausahaan-September-2010.pdf&ei=0BNsVLWcEYHKmwWxx4BY&usg=AFQjCNH4F6S6pTJRRidZ1UeeSqwjmu5R3Q&sig2=9TWnUPXWJ3LmNfswL-mTyA (Diakses Tanggal 19 Novemer 2014, pukul 10.55 wib)

Kewirausahaan Sosial kini dan nanti

0 comments

Kewirausahaan sosial hari ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Banyak tokoh-tokoh kewirausahaan sosial yang namanya kini udah melambung. Sebut saja Ibu Tri Mumpuni. Ibu dua anak yang mengabdikan dirinya bagi masyarakat desa bersama suami tercinta, Iskandar Budisaroso Kuntoadji. Beliau biasa dipanggil  Bu Puni. Tidak kurang 60 lokasi terpencil yang sebelumnya gelap gulita menjadi terang benderang dengan pembangkit yang mereka bangun. Melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) yang mereka bentuk memberikan penerangan dibeberapa wilayah Indonesia dan satu lokasi di Filipina.
Kesuksesan ibu Tri Mumpuni di bidang hidrologi pun banyak menginspirasi banyak orang makin banyak anak muda Indonesia yang berbondong-bondong membuat usaha dan tidak lupa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya ke masyarakat sekitar. Hal ini membuka banyak lapangan pekerjaan juga nilai tambah bagi para pegiat kewirusahaan sosial.
Kini, kewirausahaan oial sedang erangkak naik untuk bisa bertengger di posisi atas pekerjaan yang mengambil hati banyak orang, elain keuntungan yang didapat bisa sangat amat menjanjikan,kebermanfaatan bagi lingkungan ekitar juga menjadi faktor utama yang membuat kewirausahaan sosial kini makin naik daun.
Maka, perkembangan kewirausahaan sosial nanti kedepannya, sudah dapat dipastikan akan terus meningkat dari segi kualitas dan kuantitas. Semakin banyak orang-orang yang sadar untuk enjadikan perubahan kea rah yang lebih baik tidak harus lewat pemerintah dan perusahaan-perusahaan ternama saja, namun dengan kewirausahaan sosial kita dapat pula berkontribusi untukn membawa perubahan.. selamat mencoba  

By : Puti Halimah

Kewirausahaan Sosial Lebih Jauh Lagi

0 comments

Gerakan kewirausahaan sosial sebenarnya sudah lama berlangsung. Artinya, sebelum dunia mengenal istilah ini, aktivitasnya sendiri sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Sepuluh tahun kebelakang, istilah ini mulai muncul dan digunakan secara luas, terutama sejak dianugrahinya Mohamad Yunus sebagai pemenang hadiah nobel. Kakek yang selalu tersenyum ini muncul dengan satu gagasan bahwa pemberian bantuan langsung kepada kaum miskin hanya akan mengkerdilkan mereka. Sebagai solusinya, dosen ekonomi di salah satu perguruan tinggi Bangladesh ini mengeluarkan program kredit mikro tanpa agunan untuk menolong masyarakat miskin –kebanyakan kaum ibu- yang hidup di lingkungannya.
Inilah spirit yang disebut sebagai kewirausahaan sosial, yaitu sebuah upaya untuk memanfaatkan mental entrepreuneur (yaitu mental inovatif, kerja keras, berani ambil resiko, dll) untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan bagi masyarakat. Inilah antusiasme bisnis yang tidak menghubungkan indikator kesuksesannya dengan kinerja keuangan, melainkan lebih kepada seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.
Bill Drayton, pendiri Yayasan Asoka Internasional, adalah orang yang diyakini sebagai pencetus terminologi kewirausahaan sosial. Ia menegaskan bahwa seorang wirausaha sosial adalah seseorang yang tidak puas hanya memberikan ikan kepada orang yang lapar, ataupun mengajarkan kepada mereka cara memancing, namun ia tidak akan pernah berhenti sebelum industri perikanan berubah. Artinya, seorang wirausaha sosial pantang menyerah terhadap sistem, sebaliknya (ketika sistem tersebut merugikan masyarakat), ia justru berpikir bagaimana mengubah sistem tersebut.
Berikut ini adalah beberapa tokoh wirausaha sosial Indonesia yang dikutip dari majalah Swa Sembada : 
  1. Amin Aziz. Ia melahirkan konsep Baitul Maal Wat Tamwill yang memberikan alternatif pembiayaan usaha mikro. Pembentukan BMT pertama dimulai tahun 1995 di Jakarta dan sampai dengan akhir 2009 sudah berdiri lebih dari 500 BMT baru
  2. Amir Panzuri. Ia berupaya mengembangkan ekspor kerajinan asal Indonesia. Ia aktif di Asosiasi Pengembangan Kerajinan dan Keterampilan Rakyat Indonesia (Apikri) berbasisi di Yogyakarta. Lewat Apikri, ia membina para UKM mulai dari standar produksi, penyediaan bahan baku sampai dengan pasar luar negeri. Saat ini ekspor yang berhasil dilakukan sudah lebih dari 11 negara
  3. Bambang Suwerda. Ia menggagas dan membidani lahirnya bank sampah di Bantul Yogyakarta. Awalnya ide ini hanya untuk menekan penularan penyakit DBD, tetapi kemudian melahirkan efek turunan yang bersih, kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan meningkat dan masyarakat memiliki tabungan. Pengelolaan bank sampah seperti layaknya bank konvensional, tetapi uang tabungan berupa sampah rumah tangga yang sudah dipilah. Kemudian dikumpulkan di bank dan pihak bank yang menjualnya ke penadah sampah. Uang hasil penjualan inilah yang bisa menjadi tabungan masyarakat, yang baru bisa dicairkan tiga bulan sekali.

Defisini Kewirausahaan Sosial
Mendefinisikan kewirausahaan sosial adalah bukan hal yang sederhana, mengingat kewirausahaan sosial itu sendiri melingkupi sebuah gerakan, semangat dan aktivitas yang sangat luas. Johanna dkk menyatakan bahwa :

The concept of social entrepreneurship is, in practice, recognized as encompassing a wide range of activities: enterprising individuals devoted to making a difference; social purpose business ventures dedicated to adding for profit motivations to the nonprofit sector; new types of philantropist supporting ventures capital-like ‘investment’ portfolios; and nonprofit organizations that are reinventing themselves by drawing on lessons learned from the business world

Berdasarkan uraian tersebut dapat disebutkan bahwa kewirausahaan melingkupi jumlah dan jenis aktivitas yang sangat luas; dengan ciri-ciri utama yaitu adanya gerakan individu yang ingin membuat perbedaan; aktivitas bisnis yang bermotivasi profit namun kemudian juga memiliki gairah pada sektor non profit; bentuk filantropi baru yang mendukung investasi portofolio modal ventura; dan organisasi non profit yang mereformasi dirinya dengan menarik pelajaran dari dunia bisnis. Dari sini, dapat dikatakan bahwa terminologi kewirausahaan sangat lekat dengan istilah-istilah manfaat sosial, bisnis, filantropi dan lain-lain. Artinya bahwa memang gerakan ini adalah gerakan yang menggabungkan antara keterampilan bisnis (business skills) dengan semangat filantropi (philantrohy’s spirits).
Sampai dengan sekarang, gerakan kewirausahaan sosial telah dianggap sebagai model baru dalam usaha-usaha penciptaan manfaat sosial, dari yang tadinya hanya sebatas usaha mengumpulkan dana dari lembaga funding dan kemudian menyebarkan kepada yang membutuhkan sampai ke aplikasi keterampilan bisnis untuk menghidupi roda organisasi/lembaga sekaligus memberikan manfaat kepada yang membutuhkan. (Hery Wibowo, 2012)

By : Yasmin Anwar

Sumber : http://socialstationproject.wordpress.com/category/kewirausahaan-sosial/

Lale Alon Sari : Srikandi Tenun dari NTB

0 comments

Kemiskinan begitu melekat pada kaum perempuan di Desa Batu Jai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tak hanya itu, perempuan di desa ini juga kurang terpenuhinya hak-hak dasar hidup seperti jaminan kesehatan, kurangnya air bersih, terbatasnya pendidikan, mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta pengakuan terhadap peran mereka yang masih sangat minim.
Lale Alon Sari (45 th) prihatin dengan kondisi ini. Pada tahun 1987 ia pun turun ke dusun-dusun untuk memotivasi kaum perempuan berkumpul dan memberdayakan diri secara bersama-sama melalui Aliansi Peduli Perempuan Kembang Komak (AP2K). Hambatan yang kerap muncul diatasi Lale dengan mendekati kalangan adat dan perangkat desa serta kepala dusun sehingga kegiatan kaum perempuan ini tidak dianggap menentang tradisi dan berseberangan dengan program pemerintah desa.
Aliansi ini kemudian memilih pemberdayaan melalui keterampilan menenun yang telah dikuasai perempuan setempat secara turun-temurun. Dengan alat tenun yang dimiliki setiap keluarga, Lale mengajak mereka untuk mandiri, baik dari sisi permodalan, bahan baku, pemasaran sehingga tidak tergantung lagi pada pedagang pengumpul yang datang secara rutin ke desa tersebut. Ia kemudian membentuk Koperasi Wanita "Stagen" untuk mengatasi permodalan para penenun sekaligus mengatasi praktek rentenir. 
Lale menjaminkan tanah dan bangunan milik keluarganya untuk mendapatkan kredit dan juga menghibahkan tanahnya untuk pembangunan artshop yang menjual hasil tenun. Selain melalui artshop yang kerap dikunjungi turis lokal maupun mancanegara, Lela juga melobi pemerintah dan DPRD setempat agar mengkampanyekan pemakaian tenunan asli Lombok Tengah kepada para pelajar maupun PNS. Hasilnya, sejak 1 Januari 2012 lalu, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah mewajibkan semua PNS mengenakan pakaian berbahan tenun setempat setiap hari Kamis. 
Ada enam puluh kelompok perempuan penenun dengan anggota 600 orang warga Desa Batu Jai yang saat ini tergabung dalam AP2K. Anggota kelompok ini bisa menghasilkan 2400 lembar kain tenun per bulan dengan beragam motif asli Lombok. Dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta, para penenun mendapatkan hasil yang lumayan. Sebelum bergabung dalam kelompok tenun dan AP2K, dari satu lembar tenunan, biasanya hanya dapat untung Rp15-Rp20 ribu. Namun saat ini rata-rata untuk satu lembar bisa mendapatkan untung Rp100ribu. 
Jerih payah Lale memperjuangkan nasib kaum perempuan dari kain tenun tradisional akhirnya berbuah manis. Kesejahteraan perempuan di desa ini beserta keluarganya makin bertambah melalui produksi tenun yang meningkat, harga bahan baku lebih murah, harga jual yang lebih tinggi, saluran distribusi penjualan yang lebih banyak. Sehingga fungsi kain tenun ini tidak hanya mempesona pemakainya, namun kain berbahan benang lembut ini juga diharapkan mampu mempesonakan pembuatnya. 

By : Darastri Latifah

Sumber:
http://danamonawards.org/winnerprofile/5
https://achmadubaidillah86.wordpress.com/category/wirausaha/
Sumber Gambar: 
www.marketing.co.id